Wahhabi-salafi mendahului Allah dengan memvonis kedua orangtua Nabi Saw di neraka (Bag II)

26 Agu

Jawaban atas syubhat-syubhat yang memvonis kedua orang tua Nabi Saw di neraka.

Akhir-akhir ini kasus kedua orangtua Rasul Saw masuk neraka mulai mencuat kembali ke permukaan umum, dan mulai diramaikan kembali oleh segelintir orang yang mengaku pengikut manhaj salaf. Mereka dengan semangat dan bahkan merasa lezat dengan membicarakan kedua orangtua Nabi Saw masuk neraka di mimbar-mimbar mereka, majlis ta’lim, masjid, perkumpulan dan bahkan menyebarkannya melalui lembaran-lembaran atau bulletin dan internet ke khalayak umum tanpa mau melihat perbedaan ulama tentang persoalan ini dan bahkan tanpa memperhatikan adab dengan baginda Nabi Saw.

Persoalan ini sebenarnya hanyalah persoalan ijtihadiyyah bukan persoalan I’tiqadiyyah yang menyebabkan kafirnya atau bid’ahnya orang yang bertentangan. Dan tidak akan menjadi salah satu pertanyaan yang harus di jawab dalam kuburan.

Sejak mulai ulama pertama hingga terakhir, memang telah terjadi perbedaan pendapat di antara mereka. Ada yang berpendapat kedua orangtua Nabi masuk neraka, ada yang berpendapat sebaliknya yaitu kedua orangtua Nabi Saw masuk surga dan ada juga yang memilih diam tidak mau berkomentar atas perosalan ‘Khathar’ ini. Namun di anatara mereka hanyalah sekedar berijtihad dan berpendapat tanpa adanya saling membid’ahkan dan mengkafirkan di anatara mereka yang bertentangan. Setelah itu mereka lepas dan tak ada yang berani membicarakannya lagi.

Namun kita lihat sekarang, begitu beraninya segilintir manusia yang mengaku pengikut manhaj salaf, mempersoalkan kasus ini lagi, meramaikan kasus ini lagi dan menetapkan bahwa pendapat merekalah yang paling benar tanpa memandang hujjah-hujjah ulama yang berbeda pendapat.

Sebenarnya saya tidak berani mengupas masalah ini, karena saya khawatir terjerumus termasuk orang yang memperpanjang masalah ini sehingga menyebabkan sakit hatinya Nabi Saw. Namun saya hanya mengabulkan permintaan beberapa ikhwan yang menginginkan saya menjelaskan persoalan ini.

Sebelum anda membaca dan menyimak penjelasan yang ada dalam artikel ini, maka ada baiknya anda membaca artikel saya sebelumnya yang berkaitan dengan artikel ini : http://ibnu-alkatibiy.blogspot.com/2012/05/wahhabi-salafi-mendahului-allah-dengan.html

Agar bisa memahami setiap akar-akar dari permasalahan ini.
Berikut ini saya akan jelaskan syubhat-syubhat yang dilontarkan mereka tentang kedua orangtua Nabi Saw :

Syubhat pertama :

Mereka mengatakan bahwa imam Nawawi juga berpendapat sesungguhnya kedua ortu nabi Saw di neraka dengan menukil ucapan beliau :

فيه أن من مات على الكفر فهو من أهل النار، وفيه أن من مات فى الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار. وليس هذا مؤاخذهُ قبل بلوغ الدعوة، فإن هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة إبراهيم وغيره من الأنبياء

“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa orang yang mati atas kekufuran maka dia di neraka. Dan juga menunjukkan bahwa orang yang mati di masa fatrah atas perbuatan orang arab dari menyembah berhala, maka dia pun di neraka. Dan ini bukan lah hukuman sebelum datangnya dakwah, karena sesungguhnya telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada mereka dan selainnya dari para nabi “.

Jawaban :

Beliau berkomentar demikian bukan berarti berpendapat kedua orangtua nabi Saw di neraka. Jika beliau mengatakan demikian maka beliau akan mengatakannya secara jelas karena beliau juga pensyarah hadits Muslim.

Mereka terlalu memaksakan hujjah dengan mengatakan bahwa beliau juga berpendapat orangtua nabi Saw di neraka. Seandainya beliau berpendapat seperti itu, niscaya beliau akan memperjelas komentarnya, semisal :

فيه دليل على ان ابويه ماتا على الكفر فهما في النار

“ Dalam hadits itu menunjukkan bahwa kedua orangtua nabi Saw wafat dalam keadaan kafir dan masuk neraka “.

Namun beliau tidak mengatakannya. Maka komentar beliau sebenarnya ditujukan kepada ayah orang yang bertanya bukan pada ayah nabi Saw sendiri. Sedangkan beliau diam dan tidak berkomentar tentang ayah nabi Saw karena beliau paham bahwa menyakiti hati nabi Saw hukumnya haram dan tak ada perkara yang lebih menyakitkan hati Nabi Saw selain mengatakan kedua orantuanya di neraka.

Baiklah, untuk mengetahui maksud sebenarnya dari komentar imam Nawawi tersebut, maka alangkah baiknya kita dengarkan penjelasan dari seorang ulama pengikutnya yang lebih memahami ucapan beliau yaitu imam As-Suyuthi berikut :

الذي عندي أنه لا ينبغي أن يفهم من قول النووي في شرح مسلم في حديث (( أن رجلا قال يا رسول الله : أين أبي … الخ )) أنه أراد بذلك الحكم على أبي النبي صلى الله عليه وآله وسلم ، بل ينبغي أن يفهم أنه أراد الحكم على أبي السائل ، وكلامه ساكت عن الحكم على الأب الشريف

“ Menurut pemahamanku hendaknya tidak memahami ucapan imam Nawawi di dalam syarh hadits Muslim tentang Hadits “ Sesungguhnya seseorang berkata kepada Rasul Saw di mana ayahku…dst “, bahwasanya yang beliau maksud adalah ayah nabi Saw. Akan tetapi hendaknya dipahami bahwasanya beliau menghendaki hokum pada ayah orang yang bertanya. Dan beliau diam, tidak mengomentari atas hokum ayah nabi Saw “.
(At-Ta’dzhim wal minnah : 171)

Syubhat kedua :

Mereka juga mengatas namakan imam Abu Hanifah untuk memvonis kedua orangtua nabi Saw. Menurut mereka imam Abu Hanifah berkata :

ووالدا رسول الله مات على الكفر

“ Dan kedua orangtua Rasul Saw wafat dalam keadaan kafir “.

Jawaban :

Benarkah imam Abu Hanifah berkata demikian ? setelah dilakukan pengecekan, ternyata lagi-lagi mereka berbuat curang untuk memperkuat asumsi mereka dengan mendistorsi kalam imam Abu Hanifah tersebut.

Kalam imam Abu Hanifah yang sebenarnya bukanlah seperti yang mereka gembor-gemborkan. Tapi justru sebaliknya pendapat beliau bertentangan dengan apa yang mereka sangka.
Ada dua teks dari kalam imam Abu Hanifah dalam manuskrip kuno yang berada di perpustakaan syaikh Islam di Madinah Al-Munawwarah sebelum beredarnya mansukrip yang baru.

Yang pertama berbunyi :

ووالدا رسول الله ما ماتا على الكفر

“ Dan kedua orangtua Rasul Saw tidak wafat dalam keadaan kafir “.

Yang kedua berbunyi :

وابوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة

“ Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah “

Hal ini sebagaimana kesaksian para ulama (Al-Imam Al-Hafidz Az-Zabidy, Al-Imam Al-Kautsari, Al-Imam Baijury, Syaikhul Islam Musthofa Shabry, Sayyid Muhammad bin ‘Alawi dll) dengan mata kepala mereka sendiri melihat manuskrip aslinya yang jauh sudah ada sebelum terbitnya manuskrip yang palsu. Bahkan para ulama yang ‘arif mengatakan bahwa manuskrip tersebut sudah ada sejak masa Dinasti Abbasiyah.

Al-Imam Al-Kautsary berkata :

ففي بعض تلك النسخ : وأبوا النبي صلى الله عليه وسلم ماتا على الفطرة – و ( الفطرة ) سهلة التحريف إلى ( الكفر ) في الخط الكوفي ، وفي أكثرها : ( ما ماتا على الكفر ) ، كأن الإمام الأعظم يريد به الرد على من يروي حديث ( أبي وأبوك في النار ) ويرى كونهما من أهل النار . لأن إنزال المرء في النار لا يكون إلا بدليل يقيني وهذا الموضوع ليس بموضوع عملي حتى يكتفى فيه بالدليل الظني

“ Di dalam salah satu manuskrip tersebut berbunyi : Dan kedua orangtua Nabi Saw wafat di masa fatrah “, Lafadz Al-Fatrah (dalam tulisan arab) sangat mudah dirubah menjadi Al-Kufri dalam khot khufi. Dan kebanyakan manuskrip berbunyi “ Kedua orangtua Rasul Saw tidaklah wafat dalam keadaan kafir “. Imam besar tersebut justru bermaksud membantah orang yang meriwayatkan hadits “ Ayahku dan ayahmu di neraka “ dan orang itu berpendapat bahwa orangtua Nabi Saw di neraka. Karena memvonis sesorang di neraka haruslah dengan dalil yang yaqin dan persoalan ini bukanlah persoalan amaliah sehingga cukup dengan dalil sangkaan saja “. (Al-Aalim wa Al-Muta’allim : 17)

Al-Imam Bajuri berkata :

وأما ما نقل عن أبي حنيفة في الفقه الأكبر من أن والدي المصطفى ماتا على الكفر فمدسوس عليه ، وحاشاه أن يقول في والدي المصطفى ذلك، وغلط ملا علي القاري يغفر الله له في كلمة شنيعة قالها، ومن العجائب ما نسب له مع ذلك في إيمان فرعون.

“ Adapun pendapat yang dinukilkan dari Abu Hanifah di dalam kitab Al-Fiqh Al-Akbar bahwa kedua orangtua Nabi Saw wafat dalam keadaan kafir, maka teks itu telah mengalami pendistorsian (madsus), sungguh beliau jauh dari berpendapat seperti itu tentang kedua orangtua Nabi Saw. Dan telah keliru Mulla Al-Qaari semoga Allah mengampuninya di dalam kalimat buruk yang ia ucapkan. Dan dalam masalah ini, ironis sekali ada ucapan yang dinisbatkan kepada beliau tentang keimanan Fir’aun “. (Tuhfah Al-Murid Syarh Jauhar At-Tauhid)

Al-Imam Al-Hafidz Al-Murtadha Az-Zabidy berkata :

– وكنت رأيتها بخطه عند شيخنا أحمد بن مصطفى العمري الحلبي مفتي العسكر العالم المعمر – ما معناه : إن الناسخ لما رأى تكرر ( ما ) في ( ما ماتا ) ظن أن إحداهما زائدة فحذفها فذاعت نسخته الخاطئة ، ومن الدليل على ذلك سياق الخبر لأن أبا طالب والأبوين لو كانوا جميعاً على حالة واحدة لجمع الثلاثة في الحكم بجملة واحدة لا بجملتين مع عدم التخالف بينهم في الحكم

“ Dan aku telah melihat tulisannya pada syaikh kami Ahmad bin Musthafa Al-Amri Al-Halbi yang maknanya sebagai berikut : “ Sesungguhnya penulis naskah ketika melihat terulangnya lafadz (ما) pada kalimat (ما ماتا), ia menyangka salah satunya adalah tambahan / kelebihan, lalu ia menghapus salah satunya, maka tersebarlah naskah kekeliruannya tersebut. Termasuk bukti yang menguatkannya adalah susunan kalimat itu sendiri (yang janggal), karena Abu Thalib dan kedua orangtua Nabi Saw seandainya mereka semua itu sama keadaanya, maka niscaya imam Abu Hanifah akan mengumpulkan ketiganya dalam satu hokum bukan dengan dua hokum yang tidak ada perbedaannya sama-sekali “.

Keterangan :

Dalam naskah aslinya tertulis :

ووالدا رسول الله –صلّى الله عليه وسلّم ماتاعلى الفطرة وأبو طالب مات على الكفر
“ Dan kedua orangtua Rasul Saw wafat dalam masa fatrah sedangkan Abu Thalib wafat dalam keadaan kafir “.

Susunan kalimat ini terlihat sempurna dan tidak janggal sama sekali. Bandingkan dengan tulisan yang banyak beredar setelahnya yang sebagaimana diasumsikan mereka berikut ini :

ووالدا رسول الله –صلّى الله عليه وسلّم ماتاعلى الكفر وأبو طالب مات على الكفر

“ Dan kedua orangtua Rasul Saw mati dalam keadaan kafir sedangkan Abu Thalib mati dalam keadaan kafir “.

Perhatikan dan bacalah dengan seksama teks kedua ini dan bandingkan dengan teks pertama !

Maka sungguh secara akal sehat dan kaidah ilmu alat sangatlah janggal teks yang kedua ini, boleh dibilang susunan kalamnya amburadul dan tidak fasih. Mungkinkah seorang imam Besar yang diakui seluruh dunia melakukan kesalahan fatal dalam mengarang kitab terlebih menulis satu kalimat saja ??

Syubhat ketiga :

Mereka juga berasumsi bahwa imam Mulla Ali Al-Qaari berpendapat sesungguhnya kedua orangtua Nabi Saw di neraka dengan menukil ucapan beliau :

وأما الإجماع فقد اتفق السلف والخلف من الصحابة والتابعين والأئمة الأربعة وسائر المجتهدين على ذلك من غير إظهار خلاف لما هنالك والخلاف من اللاحق لا يقدح في الإجماع السابق سواء يكون من جنس المخالف أو صنف الموافق

”Adapun ijma’, maka sungguh ulama salaf dan khalaf dari kalangan shahabat, tabi’in, imam empat, serta seluruh mujtahidin telah bersepakat tentang hal tersebut (kafirnya kedua orang tua Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam) tanpa adanya khilaf. Jika memang terdapat khilaf setelah adanya ijma’, maka tidak mengurangi nilai ijma’ yang telah terjadi sebelumnya. Sama saja apakah hal itu terjadi pada orang-orang menyelisihi ijma’ (di era setelahnya) atau dari orang-orang yang telah bersepakat (yang kemudian ia berubah pendapat menyelisihi ijma’) [Adilltaul-Mu’taqad Abi Haniifah hal. 7)

Jawaban :

Memang pada awalnya beliau berpendapat seperti itu namun tiga tahun sebelum kewafatannya, beliau menarik kembali pendapatnya tersebut ketika menulis kitab Syarh Syifa’ Qadhi ‘Iyadh. Imam Ali Al-Qaari menegaskan bahwa pendapat mengenai keislaman kedua orang tua Nabi Muhammad Saw merupakan pendapat yang lebih kuat. Berikut teksnya :

وأبو طالب لم يصح إسلامه وأما إسلام أبويه ففيه أقوال، والأصح إسلامهما على ما اتفق عليه الأجلّة من الأمة، كما بيّنه السيوطي في رسائله الثلاث المؤلفة.أهـ

“ Dan Abu Thalib tidak sah keislamannya adapaun keislaman kedua orangtua Nabi Saw maka ada tiga pendapat dan yang palin shahih adalah bahwa kedua orangtua Nabi Saw muslim menurut kesepakatan para ulama besar sebagaimana dijelaskan As-Suyuthi dalam tiga risalah karyanya “. (Syarh Asy-Syifa, Ali Al-Qaari : 1/648)

Juga disebutkan hal yang sama di kitab beliau “ Minah Ar-Raudh Al-Azhar Fii Syarh Al-Fiqhu Al-Akbar “.

Dengan demikian, sangat jelas bahwa sikap imam Ali Al-Qaari yang mempopulerkan pendapat bahwa kedua orang tua Nabi Muhammad Saw. di neraka menjadi tidak kuat, karena beliau kembali menarik pendapatnya dan berbalik dari mengkritik Al-Suyuthi dengan kembali menyetujui pendapatnya, juga terbukti terjadi kesalahan dalam penukilan naskah.

Syubhat keempat :

Mereka mengatakan : “ Kedua orang tua Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam memang termasuk ahli fatrah, namun telah sampai kepada mereka dakwah Nabi Ibrahim ’alaihis-salaam. Maka, mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka”.

Jawaban :

Pertama ; Terlalu terburu-buru memvonis kedua orangtua Nabi Saw kafir dan layak masuk neraka. Adakah nash qoth’i dari al-Quran atau al-Hadits yang menjelaskan langsung bahwa mereka berdua melakukan kesyirikan selama hidupnya ?? dalil-dalil yang mereka gunakan untuk memvonis kedua orangtua Nabi Saw bukanlah dalil qoth’i karena masih mengandung sangkaan dan ihtimal-ihtimal sehingga masih dikatakan dalil dzhanni.

Untuk menetapkan hokum seseorang itu kafir terlebih masuk neraka, maka haruslah dengan DALIL yang QOTH’I yang tidak terdapat KHILAF (Perbedaan pendapat di antara ulama) atau IHTIMAL (indikasi makna lain). Dalil yang kuat dan pasti serta tidak mungkin lagi mengindikasikan makna lainnya.

Tak ada satupun dalil qoth’i yang menjelaskan kedua orangtua Nabi Saw berbuat kesyirikan dan layak masuk neraka. Justru sebaliknya yang ada malah dalil-dalil yang lebih kuat dan mencapai derajat mutawatir yang menunjukkan kedua orangtua Nabi Saw bukan orang musyrik dan ahli neraka.

Di antara dalil paling kuat dan sharih adalah ayat al-Quran berikut :

..وَمَا كُنَّا مُعَذِّبِينَ حَتَّى نَبْعَثَ رَسُولًا

“dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(Q.S Al Isra`: 15)

Mayoritas ulama Ahlis sunnah menjelaskan dengan ayat ini bahwa Allah Swt tidak akan mengadzab sesorang pun sebelum diutusnya seorang Rasul. Mereka membantah keyakinan kaum Mu’tazilah yang selalu beprgang dengan akal yang berkeyakinan bahwa kaum di masa fatrah akan mendapat siksa dari Allah Swt.

Ibnu Jarir dan Ibnu Hatim meriwayatkan tafsir ayat tersebut dari Qatadah bahwa beliau berkata :

إن الله ليس بمعذب أحدا حتى يسبق إليه من الله خبر أو تأتيه من الله بينة

“ Sesungguhnya Allah Swt tidak akan menyiksa seseorangpun hingga telah dating baginya berita atau petunjuk dari Allah Swt “.

Cucu dari Ibnu Al-Jauzi menghikayatkan kalam dari kakeknya :

قوم قد قال الله تعالى (وما كنا معذبين حتى نبعث رسولا) والدعوة لم تبلغ أباه وأمه فما ذنبهما

“ Sekelompok ulama telah berkata “ Allah Swt berfirman ; ““dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”Ayah dan ibunda Nabi Saw belum sampai dakwah pada mereka, lalu apa dosa keduanya (sehingga layak masuk neraka) ??

Juga ayat :

وَمَا أَهْلَكْنَا مِن قَرْيَةٍ إِلَّا لَهَا مُنذِرُونَ

“ Kami tidak akan memusnahkan suatu daerah kecuali telah ada orang-orang yang telah memperingatkannya “ (Asy-Syu’ara : 208)

Imam Nawawi pun berpendapat bahwa ahli fatrah yang tidak sampainya dakwah tidak akan mendapat siksa, sebgaimana penjelasan beliau dalam Syarh Shahih Muslim berikut :

“ Sesungguhnya hadits anak-anak kafir kelak masuk surga adalah pendapat yang shahih dan terpilih dan dipegang oleh kalangan ulama yang muhaqqiq, karena firman Allah Swt “ “dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang rasul.”(Q.S Al Isra`: 15). Jika orang yang baligh tidak akan disiksa sebab tidak sampainya dakwah, maka yang belum baligh lebih utama“.

Dan banyak lagi ayat-ayat yang senada. Menjelaskan bahwa Allah tidak akan mengadzab orang-orang yang berada di masa fatrah.

Kedua : Mereka berpendapat bahwa telah sampai dakwah nabi Ibrahim pada kedua orangtua Rasul Saw sehingga mereka tidaklah dimaafkan akan kekafiran mereka sehingga layak sebagai ahli neraka.

Maka kita jawab : Pendapat ini pun juga terlalu terburu-buru. Bukankah Allah Swt sendiri telah berfirman :

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أُنذِرَ آبَاؤُهُمْ فَهُمْ غَافِلُونَ

“ Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang datuk-datuk mereka belum mendapat peringatan dan mereka dalam keadaan lalai “. (Yasin : 6)

Allah juga berfirman :

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَهْتَدُون

“ Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang tidak ada seorang pemberi peringatan pun pada mereka sebelum kamu, supaya mereka mendapat petunjuk “ (As-Sajdah : 3)

Dan ayat :

لِتُنذِرَ قَوْمًا مَّا أَتَاهُم مِّن نَّذِيرٍ مِّن قَبْلِكَ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ

“ Agar kamu memperingatkan suatu kaum yang tidak ada seorang pemberi peringatan pun pada mereka sebelum kamu, supaya mereka sadar “ (Al-Qashash: 46)

Keterangan :

Ayat-ayat di atas sangat jelas menerangkan bahwa belum ada seorang utusan dari Allah yang memperingatkan umat Nabi Saw sebelum nabi diutus menjadi Rasul. Tak terkecuali kedua orangtua Nabi Saw. Maka dengan ayat-ayat ini jelas bahwa kedua orangtua Nabi Saw adalah AHLI FATRAH yang BELUM SAMPAI DAKWAH dari nabi sebelum nabi Muhammad Saw.

Jika mereka masih ngotot dan mengatakan ; “ Kedua orang tua Nabi Saw termasuk golongan ahli fatrah yang tidak sampai kepadanya dakwah namun ia merubah ajaran dan berbuat syirik. Golongan ini tidaklah disebut sebagai ahlul-islam/ahlul iman “.

Kita jawab : Dari mana anda tahu bahwa kedua orangtua Nabi Saw telah merubah ajaran dan berbuat syirik ?? adakah satu nash qoth’i saja yang menjelaskan hal itu secara jelas dan nyata ?? sehingga anda berani memukul palu dan menetapkan hokum bahwa kedua orangtua Nabi Saw layak masuk neraka ??

Justru sebaliknya, banyak ayat al-Quran dan Hadits yang menjelaskan bahwa mereka di atas agama datuknya Nabi Ibrahim As.

– Ketika imam Sufyan bin Uyainah (salah seorang imam Mujtahid dan termasuk guru imam Syafi’i) ditanya “ Apakah ada seorang pun dari keturunan nabi Ismail yang menyembah berhala ? Maka beliau menjawab:

لا ألم تسمع قوله (واجنبني وبني أن نعبد الأصنام)

“ Tidak ada. Apakah kamu tidak mendengar firman Allah Swt “ Dan jauhkanlah aku dan keturunanku dari menyembah berhala “.

– Allah Swt berfirman

الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ * وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

“ Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud “. (Q.S. As-Syu’ara’ : 218-219)

Sebagian ahli tafsir termasuk sahabat Ibnu Abbas (master ahli tafsir) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan تَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِين (perubahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud ) adalah perpindahan cahaya Nabi  dari sulbi seorang ahli sujud (muslim) ke ahli sujud lainnya, sampai dilahirkan sebagai seorang nabi.

Imam Alusi dalam tafsir Ruhul Ma`ani ketika berbicara mengenai ayat tersebut berkata :
واستدل بالآية على إيمان أبويه صلى الله تعالى عليه وسلم كما ذهب اليه كثير من أجلة أهل السنة وأنا أخشى الكفر على من يقول فيهما رضي الله تعالى عنهما

“ Aku menjadikan ayat ini sebagai dalil atas keimanan kedua orang tua Nabi  sebagaimana yang dinyatakan oleh banyak daripada tokoh-tokoh ahlus sunnah. D`n aku khawatir kufurnya orang yang mengatakan kekafiran keduanya, semoga Allah meridhai kedua orang tua Nabi…”
(Ruh Al-Ma’ani : 19/138)

– Nabi Saw berabda :

وأخرج مسلم والترمذي وصححه عن واثلة بن الأسقع قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أن الله اصطفى من ولد إبراهيم إسماعيل واصطفى من ولد إسماعيل بني كنانة واصطفى من بني كنانة قريشا واصطفى من قريش بني هاشم واصطفاني من بني هاشم

“ Sesungguhnya Allah Swt memilih Ismail dari keturunan Ibrahim. Dan memilih Bani Kinanah dari keturunan Ismail. Dan memilih Quraisy dari Bani Kinanah. Dan memilih Bani Hasyim dari Bani Quraisy dan memilih aku dari Bani Hasyim “ (HR. Muslim)
Mungkinkah Allah Swt memilihkan untuk Nabi Saw, sulbi-sulbi dari orang-orang yang kotor, najis atau kafir ?? kata-kata memilih dalam hadits tersebut jelas menunjukkan pilihan keitimewaan.

– Imam Ath-Thobari menyebutkan hadits berikut yang telah ditakhrij oleh Abu Ali bin Syadzan dan juga terdapat dalam Musnad Al-Bazzar dari Ibu Abbas Ra, beliau berkata :

دخل ناس من قريش على صفية بنت عبد المطلب فجعلوا يتفاخرون ويذكرون الجاهلية فقالت صفية منا رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا تنبت النخلة أو الشجرة في الأرض الكبا فذكرت ذلك صفية لرسول الله صلى الله عليه وسلم فغضب وأمر بلالا فنادى في الناس فقام على المنبر فقال أيها الناس من أنا قالوا أنت رسول الله قال أنسبوني قالوا محمد بن عبد الله بن عبد المطلب قال فما بال أقوام ينزلون أصلي فو الله إني لأفضلهم أصلا وخيرهم موضعا.

“ Beberapa orang dari Quraisy datang kepada Shofiyyah binti Abdil Muththalib, lalu mereka saling membangga-banggakan diri dan menyebutkan perihal jahiliyyah. Maka Shofiyyah berkata “ Dari kalangan kami lahir Rasulullah Saw “, lalu mereka menjawab “ Kurma atau pohon tumbuh di tempat kotor “. Kemudian Shofiyyah mengadukan hal itu kepada Rasulullah Saw, maka Rasulullah Saw marah dan memerintahkan Bilal berseru pada orang-orang untuk berkumpul, lalu Rasulullah Saw berdiri di atas mimbar dan bersabda “ Wahai manusia, siapakah aku ? mereka menjawab “ Engkau adalah utusan Allah.

Kemudian Rasulullah bersabda lagi “ Sebutkanlah nasabku ! Mereka menjawab “ Muhammad bin Abdullah bin Abdil Muththalib “, maka Rasulullah Saw bersabda “ Ada apa satu kaum merendahkan nenek moyangku, maka demi Allah sesungguhnya nenek moyangku seutama-utamanya nenenk moyang dan sebaik-baik tempat (kelahiran) “.

Lihat bagaimana Nabi Saw marah saat ada orang yang merendahkan derajat datuknya. Mungkinkah Rasul Saw marah jika datuknya bukan orang mukmin tapi orang kafir ??
Hadits ini menunjukkan, bahwa Rasul Saw sakit hati jika ada orang yang merendahkan derajat datuk-datuknya. Maka tentunya akan lebih sakit hati lagi jika ada orang gembar-gembor di khalayak umum bahwa kedua orangtua Nabi Saw layak masuk neraka. Naudzu billah min dzaalik..

bercomentarlah dengan santun dan mendidik